Kamis, 17 Maret 2022

Aku Anjani

                                      6





Bapak yang pertama bersuara sesaat aku duduk disebelahnya "Nah, ini yang sedari tadi kita tunggu tunggu, gimana nduk? Sudah bisa merangkai kata?". Ya Allah Bapak masih sempat anak gadisnya di becandaain. Tetap fokus Jani, jangan panik jangan panik. Bismillahirrohmanirrohim.

"Jani, Jani... boleh kalau Jani maunya bertunangan saja dulu dengan mas Dewa, Jani masih mau berjuang untuk pendidikan Jani, mas Dewa juga kan mau melanjutkan S2 nya, dan selama itu juga kita saling memantaskan diri dulu. Jani juga ingin membuat Bapak dan Ibu juga mas Abi bangga nantinya. Maaf jika ada yang kecewa dengan jawaban Jani".

"Seharusnya itu bukan menjadi masalah, semua bisa...". Papa mas Dewa menjawab dan belum sempat menyelesaikan kata katanya mama mas Dewa buru buru menyela, aku yang bertambah deg degan dengan jawaban papa mas Dewa semakin menundukkan kepalaku. Hiks,,, ibu mencoba mengusap punggungku dan menggenggam tanganku untuk menenangkanku.

"Terimakasih jawabannya nak Jani, jangan terus menunduk sayang, nanti mahkotanya jatuh. Tidak apa jika maunya begitu. Kami paham, Jani masih muda, dan pasti banyak hal yang ingin diraih, jangan terlalu difikirkan ya, mungkin kita juga yang terlalu terburu-buru. Bagaimana Dewa, boleh kok kalau mau berpendapat, toh nantinya yang menjalani Dewa juga Jani". Terang mama mas Dewa bijak.

"Ehm, Dewa juga tidak masalah dengan jawaban Jani, tidak apa bertunangan saja dulu, apalagi Jani juga mau memulai kuliahnya, seperti yang Jani bilang, kita berdua memantaskan diri masing-masing, kan itu juga baik tujuannya untuk kedepannya".

"Maaf Jani mau menambahkan sedikit, jika... ji ka, dimasa masa itu, barangkali diperjalanannya mas Dewa, mungkin menemukan sosok baru, Insha Allah Jani ikhlas, bukannya bermaksud Jani tidak serius, Allah kan juga Maha membolak balikkan segala apalagi hati manusia, dan Jani tidak mau memberatkan mas Dewa."

"Tidak dek, Insha Allah mas Dewa jaga komitmen ini, seperti untaian doa dan harapan mas selama ini jikalau Ar-Rahman ku takbisa mengikat mu, maka kuikat engkau lewat sepertiga malamku, sampai bertemu dititik pertemuan, dan semoga sujudku dan sujudmu akan mempertemukan kita pada amin yang sama."

"Insha Allah mas, Aamiin".

Yang disusul Aamin dari para orangtua.

"Alhamdulillah, jika begitu mama boleh ijin memasangkan kalung juga cincin ini ke Jani, sebagai tanda ikatan ini. Mau ya sayang."

Aku kembali menengok pada bapak ibu, meminta persetujuan dan anggukan yang kuperoleh sebagai jawaban yang meyakinkanku. Aku berdiri dan menghampiri mama mas Dewa.

"Apa Dewa yang mau memasangkan?".
Goda mama ke pada mas Dewa.

"Mama saja". Sambil salah tingkah dan yang lain hanya menahan tawa. Mama memasang kalung yang indah sekali kalung sederhana yang berhias liontin huruf D.

Juga cincin yang manis

"Alhamdulillah pas dan cantik sekali sayang, ini semua yang pilih Dewa sendiri lhooh, semoga Jani suka dan berkenan juga dengan senanghati menerima ini ya sayang".

"Alhamdulillah, Insha Allah Jani terima semua, dan semoga semua ini tidak memberatkan mas Dewa, terimakasih mas Dewa, om dan tante".

"Eeh, kok manggilnya om dan tante, panggil papa sama mama ya Jani, biar sama seperti Dewa". Potong papa mas Dewa.

"Mmmm, iiiyya , terimakasih papa dan mama". Ucapku byerkaca-kaca dan tersipu malu, sambil berjalan menuju bapak ibu dan mencium tangan miereka tidak lupa mas Abi, dari tadi tenang seperti bapak, menimpali beberapa pembicaraan tapi beberapa kali tanpa sengaja terlihat memperhatikanku juga mas Dewa. Hmmm, semoga semua keputusanku malam ini yang terbaik Ya Allah, terbaik untuk semua, baik untuk ku dan keluargaku juga mas Dewa dengan keluarganya.
Malam ini diakhiri dengan kesepakatan kedua keluarga utuk mengadakan pertemuan dua minggu lagi, itu bertepatan sehari sebelum mas Dewa berangkat ke London dan seminggu sebelum aku berangkat ke Surabaya untuk memulai studyku.






Rabu, 09 Maret 2022

Aku Anjani

                                     5




Perbincangan ini sempat terhenti karena kemunculan ibu dan aku, membawa minuman dan camilan.

"Silahkan diminum, dan camilannya, maaf seadanya". Ucap ibu di sela sela menurunkan cangkir, dan kemudian ibu dan aku ikut bergabung di antara bapak dan juga mas Abi.

"... Jadi maksud kedatangan kami sekeluarga, saya disini mewakili putra saya Dewa adalah mengikat putri bapak, untuk hubungan lebih dalam lagi dimana kami sekeluarga berharap semua berujung adanya pernikahan, mohon maaf sebelumnya, mungkin ini semua mengejutkan bapak dan keluarga, tapi sungguh maksud dan tujuan kami baik, beberapakali juga kami sudah jumpa dengan nak Jani, dan kami semua juga sudah klik, jadi bagaimana pak?".

Penjelasan papa mas Dewa ini sungguh membuat shock kami, terlebih aku, hanya bisa menunduk bahkan aku tak berani menatap mas Dewa, Ya Allah betapa nekat sekali lelaki ini. Aku harus menjelaskan mulai darimana pada bapak ibu, pen nangis aja hiks.. hiks.

"Jani,,, dek,,,". Cubitan ibu di pinggangku menyadarkanku.

"Sakit bu..."

"Itu bapak nanya, jawab dek..."

"Apa pak? Gimana gimana?". Tanyaku, bapak cuma bisa geleng geleng kepala dan mas Abi menahan ketawa.

"Jani, jani sudah dengarkan tadi tujuan nak Dewa dan keluarganya datang, bagaimana tanggapan dan keputusan Jani?".

Setelah beberapa saat aku mencoba tenang dan menghembuskan nafas pelan
"Jani nurut apa kata bapak saja". Jawabku sambil menunduk.

"Lhooh kok nurut apakata bapak, kan nanti kedepannya Jani yang menjalani, memang beberapa hal kemarin kemarin Jani harus nurut apakata bapak, ibu dan Mas Abi, tapi kali ini bapak mau Jani yang mengambil keputusan".

"Jani bi ngu ng ba pak, Jani ga tau". Jawabku terbata dengan suara parau.

Ibu mulai bertindak mencairkan suasana.
"Ini sepertinya sudah pas untuk santap malam, mari mari kita makan malam dulu, monggo, mari bapa ibu, nak Dewa".

"Maaf semua, bisa saya berbicara dengan Jani, mau ya...". Sela mas Dewa saat semua mulai mengikuti ibu ke meja makan.

Hanya anggukan kepala yang kuberikan untuk jawaban. Aku membawa mas Dewa ke taman samping di rumah. Lumayan dingin malam ini, tapi jangan ngayal adegan mas Dewa memberikan jaketnya untuk ku pakai, ngayal. Udara memang dingin, dan itu membuatku bernafas lumayan lega.

"Silahkan duduk mas". Aku mempersilahkan mas Dewa duduk di gazebo mini yang bapak buat, tepat disamping kolam ikan koi milik bapak. Gemericik air dari filter air kolam yang memecah kesunyian ini. Sampai akhirnya aku bersuara.

"Mas Dewa mau ngobrol apa sama Jani, minta waktu mau ngomong, tapi malah diem aja, kalau memang ga ada yang di obrolin kita masyk aja yuk, mas Dewa pasti belum makan malam kan?".

"Hhhhmmm... oke, maaf... sebelumnya maaf atas semua ini, maaf karena hal yang mendadak ini, sesuai yang disampaikan papa saya tadi didalam, saya benar benar serius Jani, mungkin saya orangnya terlalu kaku, karena saya juga bingung harus gimana, saya takut kehilangan kamu, sudah cukup tiga tahun ini saya tikung kamu di sepertiga malam, kubuka hatimu dengan Al-Fatihah dan saya goncangkan hatimu dengan Al-Zalzalah saya rasa ini saat nya, mengikatmu dengan Ar-Rahman".

Betapa terkejut mendengar kata-kata yang membuatku semakin tak karuan, Ya Allah...

"Mas Dewa, tunggu, tiga tahun, maksud mas Dewa apa? Jani semakin ga ngerti".

"Iyya tiga tahun lalu saat kamu baru lulus sekolah pertama, ingat kan saat kamu dan teman temanmu asik berfoto di taman kota, saat teman yang lain sibuk dengan mengabadikan moment, ada salah satu diantara mereka yang wajahnya muram, dia bersungut sungut sendiri, dan entah hilang keseimbangan akibat apa, dia tercebur kekolam air mancur, semua orang mentertawakannya, termasuk teman temannya. Harusnya hari itu menjadi salah satu hari yang menyenangkan, tapi malah berakhir menyedihkan dan semakin menyedihkan dengan kecebur kolam. Anak itu menangis, saat saya berlari hendak menolongnya, ada pria paruh baya yang menghampirinya dan memeluknya, disusul dibelakangnya wanita berhijab yang cantik, membawa kue dengan lilin yang menyala. Tangisnya pun seketika berubah menjadi tawa dan tawa itu menular ke saya, betapa menggemaskan anak itu, beberapa saat kemudian terdengar suara teman temannya menyanyikan lagu ulang tahun, dan diakhiri pemotongan kue. Jani, apa kamu tidak ingat, saya salah satu laki-laki beruntung yang mendapat potongan kue ulang tahunmu, dan panggilan "kakak ganteng" yang kau ucapkan. Kamu jahat sekali, setelah mengucapkan itu main pergi begitu saja, tidakkah kamu tau apa yang saya rasakan, tapi kalu hal itu saya ungkapkan tidak etis sekali saya yang seorang mahasiswa, menyukai anak baru lulus smp, satu hal yang saya selalu ingat, namamu Jani Besariyanti, selama itu juga disetiap sujud dan doa saya selalu saya sisipkan namamu".

Lagi lagi mas Dewa membuatku terkejut. Ya gusti padahal moment kelulusan smp itu salah satu hal yang ga mau inget inget lagi, maluuuu. Membagongkan sekali sodara.

"Jadi,, jadi mas Dewa kakak laki laki itu, aduh malu banget".

"Iyya, jadi gimana dek?".

"Sebelumnya terimakasih, ta tapi Jani masih mau meneruskan study Jani, bahkan Jani baru beberapa bulan lagi jadi mahasiswa, Jani masih mau mulai berjuang, Jani mau menyenangkan Bapak Ibu, Jani mau bikin bapak ibu bangga sama Jani, Jani juga mau seperti mas Abi, yang selalu buat bapak ibu senyum. Jani... ". Hanya air mata yang berbicara.

"Ya, saya mengerti dengan semua itu Jani, baik pribadi saya sendiri ataupun keluarga saya tidak akan menghalangi niat kamu itu, kamu masih tetap putri bapak ibu, saya ga akan menghalangi keinginan kamu untuk berbakti sama orangtua. Saya bukannya mau nikahin kamu besok pagi dek, saya cuma mau mengikat kamu saja, meski belum ikatan pernikahan, setidaknya saya tenang, saat nantinya berjauhan, kita saling terikat satusamalain. Karena sebenarnya, bulan depan saya harus ke London melanjutkan study S2 saya".

Ya Allah, ini kejutan apalagi.

"Mas Dewa suka bangetsih bikin Jani terkejut, Jani jadi tambah gabisa ngomong apa-apa."

"Sayang, Jani... masyk dulu yuk, ajak mas Dewa nya juga, ayo makan malam dulu, nanti ngobrolnua dilanjut.". Suara ibu tiba tiba masuk, ikut larut dalam pikiranku, sampai akhirnya mas Dewa menyentuh pundakku dan menyadarkanku. Tanpa kata, aku berjalan masuk menuju meja makan diikuti mas Dewa. Ternyata semua orang telah menyudahi makan malam. Semua kembali berkumpul di ruang tamu, aku dan mas Dewa makan dalam diam, hanya sesekali dentingan sendok yang beradu dengan piring yang terdengar. Banyak hal yang terus berputar dalam pikiranku, mempertimbangkan semua, kalau begini aku bagaimana, kalau begitu apa akan ada yang terluka, saat mengakhiri makan malam dan menuju para orang tua, hatiku semakin tak menentu, aku gamau jawabanku membuat salah satu pihak terluka dan sedih. Karena we never know everything, but Allah knows everything. Mulutku diam terkunci, tapi hatiku, terus merapal doa.

Bapak yang pertama bersuara sesaat aku duduk disebelahnya "Nah, ini yang sedari tadi kita tunggu tunggu, gimana nduk? Sudah bisa merangkai kata?". Ya Allah Bapak masih sempat anak gadisnya di becandaain. Tetap fokus Jani, jangan panik jangan panik. Bismillahirrohmanirrohim.

"Bapak, Jani ........



Selasa, 01 Maret 2022

Aku Anjani

 

                                    4


"Dia... dia... Sadewa Saylendra". Cicitku dengan sambil menunduk.

"Awalnya Jani cuma sekedar tahu aja, dia mahasiswa yang lagi nunggu wisuda dan dia pemilik dan juga salah satu mentor di tempat bimbel Jani. Sudah satu bulan ini Jani dekat dengan mas Dewa. Maaf mas... Jangan bilang bapak ibu dulu ya, Jani deketnya ga macem maccem kok, Jani, sudah seminggu ini Jani menghindar dari mas Dewa, karena Mas Dewa ngotot mau kerumah mau bertemu bapak dan ibu, Jani takut, Jani takut bapak ibu berfikir Jani macem macem dan akhirnya kecewa". Jelasku sambil berurai airmata,aku menjelaskannya dengan tenang meskipun sambil menangis untung saja suasana disekitar sepi. Mas Abi masih saja diam dan hanya memperhatikanku saja, setelah aku selesai bicara, baru mas Abi menegakkan duduknya dan membuka kembali air dan membantuku minum lalu menghapus jejak airmataku.

"Kok malah nangis sih dek, mas hanya menyayangkan aja kenapa dia kasar gitu tadi, selama dekat apa dia juga kasar sama kamu?". Tanya mas Abi.

"Enggak kok, selama kenal dan akhirnya dekat, mas Dewa gak pernah kasar sama Jani, mas Dewa orangnya smart,baik dan penyayang".
"Baru tadi lihat mas Dewa emosi, mungkin kecewa sama Jani, karena Jani nya menghindar gitu". Ucapku sedih.

"Sudah sudah, pulang yuk, ibu pasti nungguin, sudah jam segini tapi belum sampai rumah, nanti di rumah aja kita cari solusi sama sama ya.". Putus mas Abi.

Aku berdiri dan berjalan gontai menuju motor mas Abi.

🐥🐥🐥


"Assalamualaikum...". Ucapku membuka pinutu rumah berbarengan dengan Mas Abi. Ternyata benar mas Abi bilang, ibu sudah nenunggu kedatangan kami berdua di ruang keluarga.

"Waalaikumsalam warrohmatulloh... kok lama nak, ibu sudah nugguin dari tadi, penasaran gimana pengumumannya sayangg, anak cantik, mau ibu telepon takut lagi dijalan,kok b gak ngabarin sih".
Tanya ibu sambil menghampiriku dan menarikku duduk.

"Sabar buk, nafas dulu, baru masuk rumah, hehehe, Alhamdulillah, anak cantik ibu lulus, yeee...". Jawabku sambil memeluk ibu dengan manja.

"Alhamdulillah sayang". Ucap syukur ibu, dengan mata yang berkaca kaca sambil tetap memelukku.

"Kita V-call bapak,dari tadi bapak spam chat ibu tanya gimana hasil pengumuman kamu". Lanjut ibu, sambil mencari dimana smartphone ungu nya diletakkan.

                               🐥🐥🐥

Sore hari, bapak sudah berada dirumah, bapak rela menempuh 3 jam perjalanan demi makan malam bersama untuk merayakan kelulusanku. Lega sekaligus senang juga haru karena bisa membuat keluarga senyum bangga padaku. Tapi juga sedih, berarti aku harus bersiap berpisah sementara untuk melanjutkan pendidikanku. Meskipun hanya makan malam dirumah, tapi tetap spesial karena ibu dibantu mbak Sus menyiapakan masakan kesukaan kita semua, ada capcay, kolokee, udang tepung dan meskipun ga nyambung dengan menu lainnya akan ada rendang favorit mas Abi. Saat aku membantu mempersiapkan semua, terdengar pintu rumah terketuk.

"Tok.. tok... tok... Assalamualaikum..."

Sambil mengernyitkan dahi kujawab salam " Waalaikumsalam... siapa namu malam malam gini, ya". Kemudian berjalan menuju pintu depan, yang ternyata sudah dibuka terlebih dahulu sama bapak. Oooww waw... aku ingin menghilang saja... langit bisa kau turunkan hujan, aku kan garam, pasti meleleh kalau kena air. Tak kusangka, aku saja shock, apalagi bapak, tetiba datang serombongan keluarga bertamu malam malam.

"Assalamualaikum om, selamat malam". Ulangnya sopan sambil menjabat tangan bapak.

"Waalikumsalam warohmatulloh, selamat malam, mari masuk, silahkan". Ucap bapak tenang sambil mempersilahkan masuk.

Sementara aku yang panik nggak, panik nggak, ya panik laaahhh. Langsung berlari kedalam mencari mas Abi. Tujuan pertama langsung ke kamar mas Abi, kosong, ku berlari terus lari cari mas Abi yang hilang, duh kasiahan aku kasihan. Sampai akhirnya bertemu mas Abi dari arah dapur. Seketika kutarik mas Abi ke taman samping rumah.

"Apasih dek tarik tarik gini".

"Mas... mas... tolongin Jani, ya Allah, harus gimana ini, pengen nangis aja". Ucapku panik sambil berkaca kaca.

"Apasih, yaudah nangis aja". Jawan mas Abi ketus.

"Kok jawabnya gitu, mas tau ngga tamu didepan itu siapa?".

"Enggak, temen bapak kali". Jawab mas Abi jutek.

"Mas dengerin Jani dulu, didepan itu ada dia sama keluarganya, apa coba tau tau datang bawa rombongan, adek harus bilang apa sama bapak ibu mas". Ucapku sambil narik narik ujung kaos mas Abi.

"Ha... woa, gentle banget, lakik emang harus gitu dek, udah jalanin aja, nanti mas bantu bicara sama bapak ibu, ok, udah bilang ibu belum kalau ada tamu". Tenang mas Abi.

"Udah bilang mbak Sus tadi, minta tolong bikin minum, sama siapin camilan". Jawabku lesu.

Tiba tiba suara ibu terdengar dari dalam.

"Dek... Jani, dimana nak?".

"Dalem... iya bu, Jani ada disamping, sebentar". Sambil berlari menghampiri ibu.

"Nah, disini semua ternyata, mas temenin bapak di ruang tamu sana, itu lap dulu mulutnya, bekas makan apasih mas, blepotan kaya gitu, gak cakep mas, ya Allah anak anak ku, ini si ade juga, mau ada tamu kenapa ga bilang nak, malu kita nggak nyiapin apa apa, sana siap siap, ganti baju yang rapih, mana pake baju tidur bocah gitu nak cantik". Ibu mulai nge rap singkat sambil menarikku ke arah kamar.Tidak ada jawaban dari kami, selain menurut apa kata ibu.

Diruang tamu, setelah tadi bapak mempersilahkan tamu tadi masuk.

"Maaf sebelumnya, perkenalkan nama saya Abiyu Mahaputra, ini istri saya Arini dan maksud kedatangan kami ini, saya mewakili putra saya ini ingin......







Minggu, 20 Februari 2022

Aku Anjani

 



Setelah melewati gerbang, nampak terlihat di lapangan sudah mulai dipenuhi lautan siswa siswi kelas 3, aku bergegas lari menuju kerumunan dan mulai mencari kumpulan teman sekelasku. Sambil tengak tengok banyak diantaranya yang memanggil namaku atau sekedar tersenyum menyapa. Aku tak seberapa mengenal mereka bahkan ada juga yang tak kukenal, tapi aku tetap balik menyapa mereka, kita tidak boleh pilih pilih kalau berbuat baik, kalau teman ya tetap harus pilih pilih apalagi dijaman yang serba mengerikan seperti ini, kawan pun bisa jadi lawan. Akhirnya setelah membelah kerumunan aku menemukan titik kumpulan kelas ku, dan dipertegas suara Tsabina lantang memanggil. Aku menghampirinya tak ketinggalan senyum yang menampakkan lesung pipiku.


"Jani... Jani... Jani... aduh deg degan ga sih, bentar lagi pengumuman". Ucap Bina sambil menggoyang goyang lengan tanganku.

"Hehehehe... aku juga nervous buanget, tapi tenang bestsay, jangan panik jangan panik, percaya deh pasti kita semua lulus,,, Aamiin...". Balasku disela tawa.

" Aamiin... ". Koor Bina dan teman sekelasku yang lain.

"Eh, Jani kamu tadi berangkat sama siapa? Cowo kamu? Anak mana? Anak kuliahan ya kayanya? Benerdeh, cakep banget, so suit lagi pake acara cium kening, kamunya cium tangan". Rentetan pertanyaan Hilza penuh selidik.

"What... serius... Anjaniii kamu hutang penjelasan sama kita..". Sela Bina juga Kara ngegas.

"Selooow bestsay... itu tadi ...." . Belum aku menyelesaikan kalimat ku, terdengar suara waka kesiswaan Pak Suryanto menginterupsi kami semua untuk berbaris sesuai kelas, karena kertas kelulusan akan dibagikan.

"Assalamualaikum, selamat pagi semua... anak anak harap tenang, dan bisa sambil berbaris sesuai kelas masing masing, karena setelah ini akan dibagikan kertas kelulusan kalian oleh walikelas masing masing. Terimakasih".

Beberapa saat kemudian, sudah terdengar suara ibu wali kelas tercinta, Ibu Mala.

"Assalamualaikum, selamat pagi anak anak, hari ini masuk semua ya, tolong di pastikan lagi temannya, mungkin teman sebangku kalian belum hadir..".

"Siap sudah hadir semua bu...". Sahut Ricky sang ketua kelas setelah memastikan anak buahnya ada dalam barisan.

"Okay anak anak, di tangan saya sudah ada kertas kelulusan yang akan saya bagikan, tapi sebelumnya, setelah nanti saya bagikan, jangan ada yg mengintip, mencoba membuka anvlope ini ya, nanti membukanya sesuai interupsi. Nanti kita buka sama sama dengan kelas yang lain. Hari ini juga ibu mau mohon maaf pada kaluan semua, jika selama ibu mendampingi kalian dikelas 3 ini, ibu ada salah kata atau mungkin kalian sakit hati dengan perlakuan saya, sekali lagi saya mohon maaf, sampai sini titik saya mendorong kalian untuk melakuan yang terbaik semoga kedepannya mendapat dan diberikan yang terbaik. Jalan kalian masih panjang, lanjutkan perjuangan kalian semua, semoga ilmu yang kalian dapat 3 tahun ini dapat menjadi manfaat Aamiin...".

"Aamiin... sama sama bu". Jawab kita serempak.

Saat ini adalah sebuah penentuan, anvelope kertas kelulusan sudah di tangan. Interupsi dari waka kesiswaan terdengar, tapi suaranya seakan kalah dengan deguban jantung kami.

"Siap anak-anak kita countdown ya, tiigaa... duuuaa... satuuuu... bukaaaa..."

Dengan mulut yang tak henti merapalkan doa, tangan gemetar dan mata yang berkaca, karena tiba tiba bayangan orang tua, guru dan segala yang terjadi baik prestasi maupun kenakalan bersama teman terlintas, sedetik setelah anvelope terrobek dan kertas terbuka, seketika semua hening dan kemudian suara pekikan riuh terdengar bersahutan bersamaan topi abu abu yang melambung tinggi.

"Aku LULUS...".
"Alhamdulillah...".

"Selamat anak anak semua ... sekali lagi selamat untuk kalian semua, selamat untuk sekolah kita, Alhamdulillah sekolah kita 100% lulus, selamat, selamat melanjutkan perjuangan kalian, semangat meraih cita cita kalian, sampai dititik ini kami semua dewan guru mendampingi dan menghantarkan kalian, lanjutkan mimpi mimpi kalian. Pesan kami, lihatlah dunia luar, gapai cita cita kalian, jangan buang waktu, jangan menunda nunda, berusahalah dan jangan lupa berdoa karen semua harus dimulai dengan doa".

Suara tangis haru tak terbendung. Begitu pula aku dan sahabatku, kami berpelukan berempat, mengenang awal perjumpaan kita, dan sampai dititik ini, yang akhirnya akan memisahkan kita satu sama lain, karena hidup adalah pilihan, pilihan dan kemauan kita pun berbeda, tapi kita tetap selamanya.

"Guys, selamat untuk kelulusan ini, ini titik awal untuk jalan yang akan kita tempuh, dimana mungkin kedepannya akan banyak kerikil ataupun kelokan tajam yang kita lewati, yg membuat kita merasa gagal, tapi aku harap kalian tetap ingat kita selalu ada untuk satu sama lain dan kita punya Tuhan yang ga akan ninggalin kita. Semangat untuk kita semua...". Pesan ku pada para sahabatku.

"Yey, semangat semua bestsay...". Pekik kita berempat.

"Eh...eh.. tunggu, Anjani kamu masih punua hutang penjelasan sama kita... jangan pura pura lupa ya". Sela Hilza yang di angguki Bina juga Kara.

"Kalian mau tau aja apa mau tau bangeet sih... hehehe".

"Udah jawab aja Anjani, jangan bikin penasaran, kan setelah ini kita pasti jarang jarang kumpul kaya gini, Aku malam ini berangkat ke Jakarta, Bina fix ke Jogja, Hilza lusa ke Jakarta dan kamu juga ke Surabaya". Ingat Kara.

"Okay okay bestsay, jangan panik. Jadi cowo tadi pagi itu Mas Abi". Mendadak hening jeda sbentar. "Hellow guys... kok pada manequin challenge? Guys kalian ga lagi cosplay squid game?".

"Mas Abi pulang kesini sungguh Jani? Jadi pinisirin Mas Abi kaya gimana sekarang, anak anak pada heboh tau". Ujar Kara heboh.

"Yuk pada mau ketemu gak? Mas Abi lagi di d' Cofee sebrang sekolah, lagi meet up sama temennya".

"Yuk bisa yuk, cap cuz genks...". Serentak menjawab.

Sesampainya didepan gerbang, ternyata Hilza sudah di tunggu supir keluarganya, mau takmau Hilza harus pulang, tinggal aku, Bina dan Kara, saat mau menyebrang, tiba tiba ada ada yang menarik pergelangan tanganku menjauh dari Bina dan Kara.

"Aduh, sakit, lepaass, hei...". Aku terus meronta mencoba melepas cekalan tangannya, tapi tenagaku gak cukup kuat, selain sakit aku juga malu karena banyak pasang mata yang melihat kejadian ini, wajahku pun sudah memerah menahan tangis sampai akhirnya.

"Srek... Bugh... lepasin tangannya, kasar banget, kamu laki laki apa banci, memperlakukan perempuan seperti ini". Ya dia Mas Abi yang menolongku dari lelaki kasar itu.

"Ga usah ikut campur urusan saya". Jawab lelaki itu sinis.

"Ini jadi urusan saya, karena perempuan yang kamu seret seret itu adik saya".
Jawab Mas Abi penuh emosi.

"Sudah mas, mas Abi tenang, Jani gapapa, pulang yuk, malu dilihat banyak orang". Ucapku penuh permohonan dan menarik lengannya.

"Ayo, kita pulang...". Ucap mas Abi menggandengku menuju motornya. Sempat kulihat wajah lelaki tadi penuh keterjutan dengan raut penyesalan.
Suasana hening di perjalanan, aku dan mas Abi dengan pikiran kami masing masing. Sampai akhirnya mas Abi membawaku berbelok ke minimarket. Membawaku turun dan duduk di kursi yang ada didekat minimarket. Mas Abi meninggalkanku masuk kedalam minimarket, dan beberapa saat kemudian keluar dengan membawa beberapa bungkus roti dan dua kotak milo kesukaanku serta satu botol air mineral. Diangsurkan air putih kepadaku setelah sebelumnya mas Abi membuka segel dan tutup botolnya. Sambil memandang wajah ku yang masih shock akan kejadian tadi.

"Minum dulu dek". Suaranya memecah keheninganku. Aku mengambilnya perlahan tanpa memandangnya karena selain masih shock aku juga takut nada suaranya yang siap memberondongku dengan banyak pertanyaan. Karena aku masih mempertahankan posisiku yang merunduk, perlahan setelah suasana mas Abi tenang mengangkat daguku, sehingga aku bisa melihat wajah mas Abi. Setelah menghembuskan nafas lelah, akhirnya aku bersuara, tanpa Mas Abi bertanya aku menjelaskan semua.

"Dia ...".
"Sebenarnya...".








Senin, 14 Februari 2022

Aku Anjani

                                        2


"Assalamualaikum... orang ganteng datang...". Terdengar suara salam dari Mas Abi.

Otomatis aku juga bapak dan ibu lari menuju pintu , kita bertiga bagai peserta lari maraton berebut posisi finish, dan yang beruntung sampai garis finish adalah aku.
Tek,klek...

"Aaaaa... Ya Allah mas Abi... kangen, ini beneran mas, kok ga bilang bilang mau pulang, semalam teleponan masih di kosan kan mas Abi". Pekikku terkejut dan langsung naik ke gendongan mas Abi.

"Aduh, kamu kenapa tambah berat dek, banyak dosa pasti, hahaha...". Jawab mas Abi, sambil membenarkan posisi ku di gendongannya. Dan mencium tangan ibu dan bapak dan menuurunkan ku.

Suara bapak menginterupsi sesi kangenku. "Turun dulu dek, kasian mas mu, capek dari jalan, biar masuk dulu".

"Apa kabar le, ingat pulang ternyata, ibu kira sudah pindah kependudukan, ga ingat sama keluarga, hmmm?". Sela ibu menjewer gemas telinga mas Abi sambil menggandeng mas masuk kedalam rumah.

"Hehehe, ampun bu, bukannya begitu, kan sudah mas sampaikan ke ibu dan bapak, mas kan sudah mulai nyusun skripsi, jadi mau fokus dulu, biar cepat selesai, dan kebetulan dosen pembimbing mas Abi, bukan dosen yang setiap waktu bisa ditemui, dosen pembimbing mas Abi salah satu dosen terbang, jadi mas Abi yang harus siap kalau pas dosen bpembimbing mas sedang ditempat. Maaf ya semua, tapikan Alhamdulillah semua sudah hampir rampung, kalau tidak ada halangan dua minggu lagi mas Abi sidang, mohon doa nya semoga dilancarkan dan mas dapat nilai yang terbaik".

"Aamiin...". Jawab kami serempak.

Sambil menuang teh kedalam setiap cangkir, kulihat mata ibu kembali berkaca-kaca, ibu berusaha tak meneteskan air mata nya meskipun aku tahu itu adalah air mata kebahagiaan. Ibu berpesan,
"In sha Allahh ya mas, semoga diberikan kelancaran, ibu senang, anak laki-laki ibu benar menepati janji nya, kuliahnya selesai tepat waktu, terimakasih ya mas, maaf kalau ibu dan bapak sedikit keras dan tolong jika semua sudah rampung, mas bisa amanah sama ilmu yang didapat".

"Iya In Sha Allah, semua pesan ibu dan bapak akan selalu mas ingat dan laksanakan, untuk sementara hanya prestasi ini yang bisa mas berikan untuk menyenangkan bapak ibu dan senyum bangga bapak dan ibu. Terimakasih untuk semua usaha dan pengorbanannya". Ucap mas Abi dan kemudian memeluk bapak dan ibu.

"Lah, aku nya juga ndak dipeluk to mas? Kan aku juga bantu mas, meskipun cuma doa, selain karena doa bapak ibu, berarti juga karena doa ku dong". Interupsiku.

"Hahaha, sini sini adek mas, yang paling nyebelin tapi mas sayang".

"Sudah dulu, mas Abi bersih bersih dulu sana, terus kita sarapan sama sama". Ucap ibu sambil menyusun menu sarapan.

Dan sarapan keluarga pagi ini dengan personil lengkap. Setelah selesai sarapan aku bergegas bersiap ke sekolah. Setelah bersiap aku menyempatkan menemui mas Abi, rencananya kalau mas Abi tidak lelah aku ingin di antar ke sekolah.

"Tok... tok... tok... Mas Abi, adek masuk ya".

"Ya, masuk dek".

Setelah mendengar jawaban mas Abi kubuka pintu, dan menghampiri mas Abi yang sedang duduk di balkon kamar.

"Mas,, boleh antar adek ke sekolah ga? Pengen diantar, dan hari ini tuh pengumuman kelulusan, deg degan tau...". Pinta ku sambil menggoyang goyang lengan mas Abi, yang kemudian beranjak dari duduk nya mencubit pipiku dan menarik rambutku yang kemudian lari keluar kamar sambil tertawa.

"Haha... kejar dulu anak manja...".

"Mas Abiii, sakit tauuu, ngeselin ih. IIBUUU... Mas Abi nya tuh, ngeseliin, hiks.. hiks.. hiks..". Teriakku pada ibu sambil menangis, ga tanggung tanggung mas Abi narik rambut, dari dulu jail banget suka bikin aku nangis dengan narik rambut. Begitu sampai dibawah ibu sudah berkacak pinggang berjalan dari dapur, masih menggunakan celemek masak dan membawa tepung, karena mengerjakan pesanan.

"Ya Allah, ga usah teriaak Ya Gusti anak anak ya...". Belum selesai ibu ngomong Bapak muncul dari pintu samping.

"Ada apa kok rame banget, ikan ikan bapak di kolam jadi pada kaget, jumpalitan semua".

"Hiks.. Ibu juga teriaak...". Ucapku tidak mau kalah dan sembunyi di belakang bapak. Melihatku menangis ibu mengerutkan kening dan menghampiri.
"Lhoh adek kok nangis? Kenapa nak, ada apa? Masa baru beberapa jam ketemu udah ga akur aja".

Bapak menenangkan ku dan membawaku duduk di ruang keluarga sambil menggosok pipiku yang merah."Mas Abi nya tuh, rese, cubit cubit narik narik rambut ade, ade cuma mau minta tolong antar kesekolah". Ucapku sambil bersungut sungut.

Tanpa berdosa mas Abi muncul dari dapur mengunyah sepotong rainbow roll cake buatan ibu. "Yaaah, bohcah... hitu aja mwewek, wlee...".

"Duduk mas, habisin dulu itu yang dimulut, baru ngomong, jail banget sih mas sama adek nya, kalau jauh jauhan, pada ngomong kangen, kalau deketan tawuran mulu". Tegur ibu.

"Hehe, ya ini yang mas kangenin bu, kalau lagi jauhan, utu tu tu tu,,, cini cini my honey bunny sugar plum". Ucap mas Abi sambil menarikku kepelukannya.

"Lepas ih.. mas Abi.. leepaas,, sesak tau.. susah napas..." teriakku dalam pelukannya yang sengaja di eratkan.

"Ada ada aja anak anak bapak ini ya, tuh sudah setengah tujuh, adek ga berangkat nak, mau berangkat sama bapak?".

"Biar sama Abi saja pak, bapak dirumah aja, tenangin ikan ikan bapak, takutnya ada yang serangan jantung gegara teriakan adek sama ibu".

"Mas, ibu ga teriak tadi ya..". Balas ibu

"Iyya ga teriak, cuma bicara keras, iyya kan bu. Assalamualaikum". Balasku sambil mencium pipi ibu, dan bergegas menarik Jani ke luar rumah. Sebelum ibu memberikan pukulan sayang pakai sutil kayu dalam genggamannya. Sementara aku dan mas Abi sudah lari sambil tertawa menuju motor besar mas Abi yang sudah siap di luar.

                               🐥🐥🐥

Sesampainya di sekolah, aku bergegas turun dari boncengan mas Abi, melepas helm dan melihat tampilan ku di kaca sambil merapihkan rambut.

"Ngapain dek ngaca segala". Ucap mas Abi, dan tangannya semakin mengacak rambut ku.

"Mas Abi, usil banget sih, kan tambah berantakan". Ujarku sambil bersungut sungut.

"Ngapain manyun manyun, kosplay jadi bebek? Udah buru masuk sana, mas Abi tunggu di D^coffe ya dek, mas Abi sekalian lagi janjian sama temen temen".

"Iyya, hati hati mas, terimakasih". Jawabku sambil mencium tangan mas Abi, dan mas Abi balas mencium keningku. Dan aku berjalan masuk kedalam sekolah.

Tanpa sadar dari kejauhan ada seseorang yang memperhatikan, dengan wajah yang menahan amarah.






Rabu, 09 Februari 2022

Aku Anjani

 Bismillahirrohmanirrokhim...

Ini cerita pertama yang coba saya tulis. Semoga hal hal positif dapat diambil dari cerita ini... 

                                      1


Anjani  Besariyanti, semua memanggilku Jani. Nama yang indah yang diberikan orangtuaku penuh doa dengan harapan aku menjadi perempuan yang tekun juga rendah hati. Tekun dalam menjalani hidup dan kelak ketika sukses diraih aku tetap rendah hati. Di salah satu kota berudara sejuk negara ini aku dilahirkan. Aku anak kedua dari dua bersaudara, aku memiliki kakak laki-laki. Abimana Bramantya, aku memanggilnya mas Abi. Aku dan mas Abi beda 5 tahun, saat ini aku sedang menikmati masa akhir SMA. 

Keluargu bukan keluarga yang berada bukan pula keluarga yang kekurangan. Alhamdulillah keluargaku hidup berkecukupan, orangtuaku selalu mengusahakan yang terbaik untuk anak-anak nya. 

Bapak adalah panutanku, sosok yang tegas tapi juga berhati lembut, pekerja keras juga sorang family man. Bapak seorang kontraktor bangunan. Beberapa perumahan dikota ini berdiri kokoh memakai jasa kontraktor bangunan milik bapak. Sepuluh tahun bapak merintis jasa ini, tidak semerta merta jasa bapak dikenal banyak orang, bapak mulai dari renovasi rumah, bermula dari teman bapak dan akhirnya banyak orang yang memakai jasa bapak, tidak hanya rumah pribadi, rumah kost juga bapak kerjakan. Awal tahun kemarin juga mulai ada beberapa yang menggunakan jasa bapak di luar kota, ini juga karena orang yang pernah memakai jasa bapak pindah keluar kota dan beberapa temannya melihat dan akhirnya juga memakai jasa bapak dilain waktu. Bapak seorang yang penyayang tetapi akan tegas disaat tertentu. Tegas tapi tidak menghakimi, tegas tidak dengan dengan caci maki, tegas tidak dengan berteriak. Tapi tegas menggunakan hukum sebab akibat. Bapak akan menjelaskan dimana letak kesalahan itu, mengapa itu dilakukan, apa akibat kesalahan itu, dan bersama mencari solusinya. Bapak bukan sekedar orang yang mengejuge kesalahan tanpa memberikan solusi. 

Ibu seorang yang penuh kasih sayang, tidak mudah mengejuge orang, penyabar, selalu menilai hal apapun dari segi positif. Pesan ibu yang ditanamkan pada mas Abi juga aku, selain 3 kata ajaib  maaf, tolong dan terimakasih, ibu bilang selalu berfikirlah positif, apapun yang terjadi, karena dengan begitu kita tetap tenang dan dapat berfikir jernih, dan mendapat solusi yang tepat. Daripada marah yang akhirnya membuat kita lelah sendiri atau bahkan mengeluarkan kata kata yang sebenarnya menyakitkan lebih baik bicara baik-baik dengan tenang karena juga perkataan adalah doa. Ibu mau hanya perkataan yang baik baik saja yang keluar, terlebih untuk anak anak nya. Ibu seorang ibu rumahtangga yang punya kesibukan menerim pesenan kue dan cake, dan punya gerai di ruko pinggir jalan depan komplek perumahan tempat kami tinggal.

Sikap dan sifat Bapak dan Ibu membuat kehidupan keluarga kami tenang, meskipun pasti ada permasalahan yang timbul, Alhamdulillah semua teratasi dengan baik. Termasuk cek cok kecil antara Mas Abi dengan aku yang selalu terjadi, mas Abi yang jahil dan aku yang keras kepala, perpaduan yang seru bukan. Tapi hal itulah yang dirindukan saat kita berjauhan. 

Saat ini mas Abi menempuh semester akhir kuliah jurusan arsitekturnya di ibu kota, ya sedang sibuk-sibuknya menyusun skripsi. Biasanya bisa 2 bulan sekali pulang kerumah ini bahkan hampir akhir semester belum bisa pulang, meskipun bisa telepon atau v call tapi tetep rindu sama mas ku satu satunya itu. Rindu jahilnya, meskipun jahil mas Abi itu sweet banget orangnya, setiap kita baikan setelah jahilin aku, mas Abi gak lupa bawa coklat untuk ku. 

Hari ini adalah salah satu hari bersejarah di hidupku. Ya, hari ini adalah pengumuman kelulusan. Sejak semalam dag dig dug nggak bisa tidur nyenyak, aku yakin sama nilai-nilai aku, tapi tetap saja ini kan moment bersejarah banget. Di tahun ini tepat aku mendapat kartu identitas diri, aku juga mendapat sim, pengumuman kelulusan dan kelanjutan pendidikan ku, seminggu yang lalu aku diterima di perguruan tinggi leaat jalur undangan, ya masih di kota ini karena bapak dan ibu yang berat mau lepasku jauh menjadi anak rantau. Tapi aku tetap bersyukur untuk itu. Sedari pagi aku sudahmembuat kegaduhan di meja makan.

"Pagi mbak Sumi..." sapaku begitu masuk ke dapur, mbak Sumi adalah asisten rumah tangga yang sudah ikut ibu dari waktu aku umur 3 bulan, sebelumnya mbak Sumi art dirumah nenek dari ibu, begitu ibu merasa sedikit repot harus mengurus aku waktu bayi dan menjaga Mas Abi yang waktu itu masa aktif aktifnya dan bertepatan Bapak sering mengerjakan proyek di luar kota, karena Bapak gak tega ninggalin ibu sendiri dengan 2 anak yang masih krucil krucil akhirnya mbak Sumi dibawa kerumah sama ibu.

"Pagi juga dik Jani, baru slesai subuhan kok sudah kesini, tumben, biasanya nunggu di susulin sama ibu, baru turun". Balas mbak Sumi sembari menyusun piring dan gelas  yang akan di bawa ke meja makan.

"Hehe, Jani lagi dugun dugun mbak Sumi... hari ini itu, pengumuman kelulusan mbak Sumi, Jani memang sudah dapat pengumuman ketrima kuliah, tapi kan ga lucu kalau ternyata pengumuman kelulusannya zonk, aduh... amit amit...". Sembari ngetuk ngetuk meja aku beralih membuka kulkas mengambil susu kotak coklat favoritku, aku mengikuti langkah mbak Sumi ke meja makan.

"Owalah dik, mbak kira emang adik mau berubah, lha kenapa gitu to, dik Jani kan Alhamdulillah sama Allah dibagi otak yang cling, jadi sudah pasti to kalau dik Jani itu lulus L-U-L-U-S, percaya sama mbak".

"Eeh eh... ga boleh mbak, percaya itu cuma sama Allah SWT, selain itu musyrik mbak namanya, hehehe... tapi tetep aja Jani deg degan mbak, rasanya kaya pas Jani ikut Bude waktu nungguin Mbak Anggi lahiran Quinna...". Balas ku sambil menarik salah satu kursi di meja makan.

"Tapi makasih mbak doa nya, semoga semua di berikan kelancaran dan di berikan yang terbaik, Aamiin..." lanjutku.

" Aamiin... In Sha Allah..." sebelum bak Sumi mengamini doa ku, Ibu sudah terlebih dulu menjawab, sembari masih menggunakan mukena. "Putri ibu selalu memberikan yang terbaik, sudah berusaha dengan baik juga, tinggal berdoa dan kembalikan semua sama Allah...". Dan aku di hadiahi cubitan sayang di pipiku dan kecupan di kening.

"Pasti itu bu, terimakasih ya... sayaaang ibu".  Berpelukan deh, belum lepas pelukan terdengar suara Bapak  masuk rumah dan mengucap salam, mengenakan baju koko dan sarung dan ga lupa songkok hitamnya pulang dari masjid.

"Assalamualaikum, ada apa nih, kok Bapak gak diajak pelukan? Hmm?".

"Waalaikumsalam." Jawabku bersama Ibu. 

"Ada acara apa ini pagi pagi kok bidadari bidadari bapak udah peluk pelukan?". Tanya bapak sambil menghampiri aku danu ibu. 

"Ini nih pak, ada  yang lagi dag dig dug nunggu penggumuman kelulusan. Gak terasa, putri ibu ternyata udah gede aja, tau tau udah mau jadi mahasiswi, padahal kaya baru kemarin ibu lahirin kamu, lihat bapak sama mas mu seneng banget saking gemesnya sayang nya sama kamu tiap orang yang jenguk mau cubit gemes pipi kamu masmu yang marah sambil nangis nangis". Kenang ibu dengan mata berkaca kaca sambil memandangku.

"Iyya ya bu, putri kecil kita ternyata sudah jadi gadis, cantik, bentar lagi ada pangeran berkuda putih datang dan bawa putri kita ke istananya". Timpal bapak sembari mengacak rambutku gemas.

"Bapak apa banget sih, masa jaman sekarang masih musim pangeran berkuda putih, sekarang jamannya kuda bermesin bapak". Protesku yang disambut tawa kita bertiga.

Ding dong Assalamualaikum... suara bel rumah berbunyi.

Di akhir tawa kita, tiba-tiba terdengar bel rumah berbunyi.

"Siapa pagi-pagi buta gini bertamu ya pak, bu. Masa iya pangeran adek beneran datang, hehehe cepet banget". Ucapku yang dihadiahi bapak tepukan gemas dikepalaku dan disambut tawa ibu.

"Biar adek yang lihat kedepan". Sambungku sambil beranjak dari kursi dan berjalan kedepan.

Sampai didepan pintu, kuputar kunci, kubuka pintu dan tara, aku mlongo di buatnya. 


To be continue....


Kira-kira siapa yang datang ya... 🤔🤗







Senin, 07 Februari 2022

Just share

Bismillahirrohmanirrohim...

Ini tulisan pertama sejak bertahun-tahun lalu. Terakhir nulis pas masa masa kuliah, karena  tugas. Sebenarnya ada keinginan untuk rutin menulis, tapi apalah daya situasi dan kondisi tidak memungkinkan. 

Menurut penilaian saya sendiri saya itu tipikal oran yang introvert, bukannya anti sosial atau apa, hanya saja terkadang saya sedikit kurang nyaman dengan suasana keramaian yang tidak pasti, seperti nongkrong, kumpul-kumpul yang tidak jelas apa tujuannya, bahkan jika bertemu orang baru, diawal mungkin saya banyak diam, tapi diam saya adalah untuk mengamati, mempelajari bagaimana orang baru ini. Terkesan sombong tapi bukan begitu maksud saya, saya hanya memprotect diri saya, nantinya orang ini apa baik untuk saya, pengaruh nya negatif atau ngga. Kalau menurut orang, jangan pilih-pilih dalam berteman, tapi tetap saja kita harus bisa milih, karena hidup itu pilihan. Mau kita jadi warna yang baik atau ikut warna yang buruk. Yang tidak boleh pilih-pilih itu mau berbuat baik sama orang. 

Sebenarnya tidak hanya saat ini, saya rasa sudah dari dulu ya, akibat salah memilih teman, pergaulan jadi kusut semua-mua. Dan itu tidak selesai begitu saja, masih ada rentetan kedepannya yang akan dirasakan. Saya fikir semua kembali ke diri kita sendiri. Selalu berfikir positif, melakukan hal-hal positif, dengan hal tersebut saya rasa bisa berdampak untuk diri kita, pasti akan timbul pemikiran positif juga untuk hal apapun, kita tidak mudah menilai atau men jujge sesuatu sesuai pemikiran kita saja, tapi berdasarkan fakta dan realita yang ada. Ingat sekali dengan pesan orang tua saya, jika tidak menyukai sesuatu ataupun seseorang, cukup diam dan tidak sukalah pada sifatnya saja jangan orang nya. Karena sekalinya kita merasa tidak menyukai seseorang, pasti fikiran kita tidak berhenti sampai disitu saja, pasti sebanyak dan sebesar apapun hal positif yang dilakukan pasti akan tetap negatif dimata kita.Dan hal itu tidak baik sekali terlebih pada orang yang kita nilai negatif itu, kalau apa yang kita simpulkan tidak sesuai fakta dan realita, hanya kita simpulkan atas pemikiran kita sendiri kan hal tersebut belum tentu kebenarannya kalau kita tidak konfirmasi langsung kepada yang bersangkutan. Saya rasa itu menyakitkan. 

Ini juga berhubungan dengan penting nya membangun komunikasi, bagaimana cara kita berkomunikasi, dengan siapapun itu, jangan lupa anggah ungguh, jangan lupakan norma, jangan lupakan adab, mau lebih muda ataupun lebih tua, mau berpangkat atau tidak, kaya atau miskin,berpendidikan tinggi atau tidak. Kita harus tetap menghormati. Kan derajad kita sama dihadapan Tuhan. Orang berilmu belum tentu beradab tetapi orang yang beradap dia pasti berilmu. 

Banyak hal yang bisa kita pelajari dari kehidupan sehari-hari. Dari kehidupan pribadi, lingkungan tempat tinggal, lingkungan kerja, bahkan on the spot saat kita sedang bepergian mungkin. 

Dalam meraih sebuah keberhasilan, kesuksesan tidak ada yang instant, nikmati masa berproses kita, setiap orang pasti berbeda, bisa lama, bisa juga hanya sebentar. Selain harus bisa menikmati masa berproses dukungan dan kepercayaan  juga penting. Memang tidak mudah memberikan kepercayaan lagi apalagi dimasa lampau pernah berbuat salah. Memang sebuah luuka atas kesalahan pasti akan selalu di ingat dan membekas tetapi  bukankah masa lalu itu bisa ditinggalkan, kan ada yang bilang  yang lalu biarlah berlalu, buka lembaran baru. Dan ketika itu terjadi maka dukung dan beri kepercayaan serta jangan selalu kepikiran akan terulang lagi yang telah lalu, ini akan menimbulkan rasa was was dan takut sendiri akhirnya kembali lagi kita tidak percaya, kalau begitu terus ya sudah pasti semua akan terulang terus begitu saja, yang akhirnya kita jadi penghambat dan menghancurkan fase berproses yang akhirnya menghancurkan segalanya. 

Penting dalam kehidupan untuk kita tidak lupa bersyukur. 3 kata ajaib yang selalu ditanamkan orang tua, maaf, tolong dan terimakasih. Kata kata yang kelihatannya sepele namun dampaknya luarbiasa. Roda kehidupan akan selalu berputar, yang awalnya diatas bisa berada dibawah dan sebaliknya. Yakinlah kalau badai pasti berlalu, akan ada pelangi setelah hujan, selalu ada tawa setelah tangis, akan ada hikmah disetiap cobaandan akan selalu ada jawaban disetiap doa-doa yang kita panjatkan. Jikalau ada yang belum diraih maka bersyukurlah atas apa yang sudah. Jikalau belum mungkin untuk kita berlari maka merangkak pun bisa jadi. Masa lalu memang tidak bisa diulang, maka teruslah berjuang. Jikalau kita merasa sakit, maka tetaplah berjuang untuk bangkit tetap tegar jangan runtuh. 

Ikhlas, kata sederhana tapi penerapannya tak semudah pengucapannya. Sabar tiada berbatas dan ikhlas tanpa sakit hati. Tidak mudah memang tapi akan menjadi sebuah pilihan bijak saat kita mau berusaha menjadi yang lebih baik lagi. Semua berproses dan dalam proses itu adakalanya kita merasa down mungkin maka menangislah tanpa harus berpura- pura menahan. Karena menangis bukan berarti kita lemah ataupun melemahkan orang. Tetap semangat... 

Alhamdulillah, sekian sharing hari ini semoga membawa manfaat untuk kita semua...