Minggu, 20 Februari 2022

Aku Anjani

 



Setelah melewati gerbang, nampak terlihat di lapangan sudah mulai dipenuhi lautan siswa siswi kelas 3, aku bergegas lari menuju kerumunan dan mulai mencari kumpulan teman sekelasku. Sambil tengak tengok banyak diantaranya yang memanggil namaku atau sekedar tersenyum menyapa. Aku tak seberapa mengenal mereka bahkan ada juga yang tak kukenal, tapi aku tetap balik menyapa mereka, kita tidak boleh pilih pilih kalau berbuat baik, kalau teman ya tetap harus pilih pilih apalagi dijaman yang serba mengerikan seperti ini, kawan pun bisa jadi lawan. Akhirnya setelah membelah kerumunan aku menemukan titik kumpulan kelas ku, dan dipertegas suara Tsabina lantang memanggil. Aku menghampirinya tak ketinggalan senyum yang menampakkan lesung pipiku.


"Jani... Jani... Jani... aduh deg degan ga sih, bentar lagi pengumuman". Ucap Bina sambil menggoyang goyang lengan tanganku.

"Hehehehe... aku juga nervous buanget, tapi tenang bestsay, jangan panik jangan panik, percaya deh pasti kita semua lulus,,, Aamiin...". Balasku disela tawa.

" Aamiin... ". Koor Bina dan teman sekelasku yang lain.

"Eh, Jani kamu tadi berangkat sama siapa? Cowo kamu? Anak mana? Anak kuliahan ya kayanya? Benerdeh, cakep banget, so suit lagi pake acara cium kening, kamunya cium tangan". Rentetan pertanyaan Hilza penuh selidik.

"What... serius... Anjaniii kamu hutang penjelasan sama kita..". Sela Bina juga Kara ngegas.

"Selooow bestsay... itu tadi ...." . Belum aku menyelesaikan kalimat ku, terdengar suara waka kesiswaan Pak Suryanto menginterupsi kami semua untuk berbaris sesuai kelas, karena kertas kelulusan akan dibagikan.

"Assalamualaikum, selamat pagi semua... anak anak harap tenang, dan bisa sambil berbaris sesuai kelas masing masing, karena setelah ini akan dibagikan kertas kelulusan kalian oleh walikelas masing masing. Terimakasih".

Beberapa saat kemudian, sudah terdengar suara ibu wali kelas tercinta, Ibu Mala.

"Assalamualaikum, selamat pagi anak anak, hari ini masuk semua ya, tolong di pastikan lagi temannya, mungkin teman sebangku kalian belum hadir..".

"Siap sudah hadir semua bu...". Sahut Ricky sang ketua kelas setelah memastikan anak buahnya ada dalam barisan.

"Okay anak anak, di tangan saya sudah ada kertas kelulusan yang akan saya bagikan, tapi sebelumnya, setelah nanti saya bagikan, jangan ada yg mengintip, mencoba membuka anvlope ini ya, nanti membukanya sesuai interupsi. Nanti kita buka sama sama dengan kelas yang lain. Hari ini juga ibu mau mohon maaf pada kaluan semua, jika selama ibu mendampingi kalian dikelas 3 ini, ibu ada salah kata atau mungkin kalian sakit hati dengan perlakuan saya, sekali lagi saya mohon maaf, sampai sini titik saya mendorong kalian untuk melakuan yang terbaik semoga kedepannya mendapat dan diberikan yang terbaik. Jalan kalian masih panjang, lanjutkan perjuangan kalian semua, semoga ilmu yang kalian dapat 3 tahun ini dapat menjadi manfaat Aamiin...".

"Aamiin... sama sama bu". Jawab kita serempak.

Saat ini adalah sebuah penentuan, anvelope kertas kelulusan sudah di tangan. Interupsi dari waka kesiswaan terdengar, tapi suaranya seakan kalah dengan deguban jantung kami.

"Siap anak-anak kita countdown ya, tiigaa... duuuaa... satuuuu... bukaaaa..."

Dengan mulut yang tak henti merapalkan doa, tangan gemetar dan mata yang berkaca, karena tiba tiba bayangan orang tua, guru dan segala yang terjadi baik prestasi maupun kenakalan bersama teman terlintas, sedetik setelah anvelope terrobek dan kertas terbuka, seketika semua hening dan kemudian suara pekikan riuh terdengar bersahutan bersamaan topi abu abu yang melambung tinggi.

"Aku LULUS...".
"Alhamdulillah...".

"Selamat anak anak semua ... sekali lagi selamat untuk kalian semua, selamat untuk sekolah kita, Alhamdulillah sekolah kita 100% lulus, selamat, selamat melanjutkan perjuangan kalian, semangat meraih cita cita kalian, sampai dititik ini kami semua dewan guru mendampingi dan menghantarkan kalian, lanjutkan mimpi mimpi kalian. Pesan kami, lihatlah dunia luar, gapai cita cita kalian, jangan buang waktu, jangan menunda nunda, berusahalah dan jangan lupa berdoa karen semua harus dimulai dengan doa".

Suara tangis haru tak terbendung. Begitu pula aku dan sahabatku, kami berpelukan berempat, mengenang awal perjumpaan kita, dan sampai dititik ini, yang akhirnya akan memisahkan kita satu sama lain, karena hidup adalah pilihan, pilihan dan kemauan kita pun berbeda, tapi kita tetap selamanya.

"Guys, selamat untuk kelulusan ini, ini titik awal untuk jalan yang akan kita tempuh, dimana mungkin kedepannya akan banyak kerikil ataupun kelokan tajam yang kita lewati, yg membuat kita merasa gagal, tapi aku harap kalian tetap ingat kita selalu ada untuk satu sama lain dan kita punya Tuhan yang ga akan ninggalin kita. Semangat untuk kita semua...". Pesan ku pada para sahabatku.

"Yey, semangat semua bestsay...". Pekik kita berempat.

"Eh...eh.. tunggu, Anjani kamu masih punua hutang penjelasan sama kita... jangan pura pura lupa ya". Sela Hilza yang di angguki Bina juga Kara.

"Kalian mau tau aja apa mau tau bangeet sih... hehehe".

"Udah jawab aja Anjani, jangan bikin penasaran, kan setelah ini kita pasti jarang jarang kumpul kaya gini, Aku malam ini berangkat ke Jakarta, Bina fix ke Jogja, Hilza lusa ke Jakarta dan kamu juga ke Surabaya". Ingat Kara.

"Okay okay bestsay, jangan panik. Jadi cowo tadi pagi itu Mas Abi". Mendadak hening jeda sbentar. "Hellow guys... kok pada manequin challenge? Guys kalian ga lagi cosplay squid game?".

"Mas Abi pulang kesini sungguh Jani? Jadi pinisirin Mas Abi kaya gimana sekarang, anak anak pada heboh tau". Ujar Kara heboh.

"Yuk pada mau ketemu gak? Mas Abi lagi di d' Cofee sebrang sekolah, lagi meet up sama temennya".

"Yuk bisa yuk, cap cuz genks...". Serentak menjawab.

Sesampainya didepan gerbang, ternyata Hilza sudah di tunggu supir keluarganya, mau takmau Hilza harus pulang, tinggal aku, Bina dan Kara, saat mau menyebrang, tiba tiba ada ada yang menarik pergelangan tanganku menjauh dari Bina dan Kara.

"Aduh, sakit, lepaass, hei...". Aku terus meronta mencoba melepas cekalan tangannya, tapi tenagaku gak cukup kuat, selain sakit aku juga malu karena banyak pasang mata yang melihat kejadian ini, wajahku pun sudah memerah menahan tangis sampai akhirnya.

"Srek... Bugh... lepasin tangannya, kasar banget, kamu laki laki apa banci, memperlakukan perempuan seperti ini". Ya dia Mas Abi yang menolongku dari lelaki kasar itu.

"Ga usah ikut campur urusan saya". Jawab lelaki itu sinis.

"Ini jadi urusan saya, karena perempuan yang kamu seret seret itu adik saya".
Jawab Mas Abi penuh emosi.

"Sudah mas, mas Abi tenang, Jani gapapa, pulang yuk, malu dilihat banyak orang". Ucapku penuh permohonan dan menarik lengannya.

"Ayo, kita pulang...". Ucap mas Abi menggandengku menuju motornya. Sempat kulihat wajah lelaki tadi penuh keterjutan dengan raut penyesalan.
Suasana hening di perjalanan, aku dan mas Abi dengan pikiran kami masing masing. Sampai akhirnya mas Abi membawaku berbelok ke minimarket. Membawaku turun dan duduk di kursi yang ada didekat minimarket. Mas Abi meninggalkanku masuk kedalam minimarket, dan beberapa saat kemudian keluar dengan membawa beberapa bungkus roti dan dua kotak milo kesukaanku serta satu botol air mineral. Diangsurkan air putih kepadaku setelah sebelumnya mas Abi membuka segel dan tutup botolnya. Sambil memandang wajah ku yang masih shock akan kejadian tadi.

"Minum dulu dek". Suaranya memecah keheninganku. Aku mengambilnya perlahan tanpa memandangnya karena selain masih shock aku juga takut nada suaranya yang siap memberondongku dengan banyak pertanyaan. Karena aku masih mempertahankan posisiku yang merunduk, perlahan setelah suasana mas Abi tenang mengangkat daguku, sehingga aku bisa melihat wajah mas Abi. Setelah menghembuskan nafas lelah, akhirnya aku bersuara, tanpa Mas Abi bertanya aku menjelaskan semua.

"Dia ...".
"Sebenarnya...".








Senin, 14 Februari 2022

Aku Anjani

                                        2


"Assalamualaikum... orang ganteng datang...". Terdengar suara salam dari Mas Abi.

Otomatis aku juga bapak dan ibu lari menuju pintu , kita bertiga bagai peserta lari maraton berebut posisi finish, dan yang beruntung sampai garis finish adalah aku.
Tek,klek...

"Aaaaa... Ya Allah mas Abi... kangen, ini beneran mas, kok ga bilang bilang mau pulang, semalam teleponan masih di kosan kan mas Abi". Pekikku terkejut dan langsung naik ke gendongan mas Abi.

"Aduh, kamu kenapa tambah berat dek, banyak dosa pasti, hahaha...". Jawab mas Abi, sambil membenarkan posisi ku di gendongannya. Dan mencium tangan ibu dan bapak dan menuurunkan ku.

Suara bapak menginterupsi sesi kangenku. "Turun dulu dek, kasian mas mu, capek dari jalan, biar masuk dulu".

"Apa kabar le, ingat pulang ternyata, ibu kira sudah pindah kependudukan, ga ingat sama keluarga, hmmm?". Sela ibu menjewer gemas telinga mas Abi sambil menggandeng mas masuk kedalam rumah.

"Hehehe, ampun bu, bukannya begitu, kan sudah mas sampaikan ke ibu dan bapak, mas kan sudah mulai nyusun skripsi, jadi mau fokus dulu, biar cepat selesai, dan kebetulan dosen pembimbing mas Abi, bukan dosen yang setiap waktu bisa ditemui, dosen pembimbing mas Abi salah satu dosen terbang, jadi mas Abi yang harus siap kalau pas dosen bpembimbing mas sedang ditempat. Maaf ya semua, tapikan Alhamdulillah semua sudah hampir rampung, kalau tidak ada halangan dua minggu lagi mas Abi sidang, mohon doa nya semoga dilancarkan dan mas dapat nilai yang terbaik".

"Aamiin...". Jawab kami serempak.

Sambil menuang teh kedalam setiap cangkir, kulihat mata ibu kembali berkaca-kaca, ibu berusaha tak meneteskan air mata nya meskipun aku tahu itu adalah air mata kebahagiaan. Ibu berpesan,
"In sha Allahh ya mas, semoga diberikan kelancaran, ibu senang, anak laki-laki ibu benar menepati janji nya, kuliahnya selesai tepat waktu, terimakasih ya mas, maaf kalau ibu dan bapak sedikit keras dan tolong jika semua sudah rampung, mas bisa amanah sama ilmu yang didapat".

"Iya In Sha Allah, semua pesan ibu dan bapak akan selalu mas ingat dan laksanakan, untuk sementara hanya prestasi ini yang bisa mas berikan untuk menyenangkan bapak ibu dan senyum bangga bapak dan ibu. Terimakasih untuk semua usaha dan pengorbanannya". Ucap mas Abi dan kemudian memeluk bapak dan ibu.

"Lah, aku nya juga ndak dipeluk to mas? Kan aku juga bantu mas, meskipun cuma doa, selain karena doa bapak ibu, berarti juga karena doa ku dong". Interupsiku.

"Hahaha, sini sini adek mas, yang paling nyebelin tapi mas sayang".

"Sudah dulu, mas Abi bersih bersih dulu sana, terus kita sarapan sama sama". Ucap ibu sambil menyusun menu sarapan.

Dan sarapan keluarga pagi ini dengan personil lengkap. Setelah selesai sarapan aku bergegas bersiap ke sekolah. Setelah bersiap aku menyempatkan menemui mas Abi, rencananya kalau mas Abi tidak lelah aku ingin di antar ke sekolah.

"Tok... tok... tok... Mas Abi, adek masuk ya".

"Ya, masuk dek".

Setelah mendengar jawaban mas Abi kubuka pintu, dan menghampiri mas Abi yang sedang duduk di balkon kamar.

"Mas,, boleh antar adek ke sekolah ga? Pengen diantar, dan hari ini tuh pengumuman kelulusan, deg degan tau...". Pinta ku sambil menggoyang goyang lengan mas Abi, yang kemudian beranjak dari duduk nya mencubit pipiku dan menarik rambutku yang kemudian lari keluar kamar sambil tertawa.

"Haha... kejar dulu anak manja...".

"Mas Abiii, sakit tauuu, ngeselin ih. IIBUUU... Mas Abi nya tuh, ngeseliin, hiks.. hiks.. hiks..". Teriakku pada ibu sambil menangis, ga tanggung tanggung mas Abi narik rambut, dari dulu jail banget suka bikin aku nangis dengan narik rambut. Begitu sampai dibawah ibu sudah berkacak pinggang berjalan dari dapur, masih menggunakan celemek masak dan membawa tepung, karena mengerjakan pesanan.

"Ya Allah, ga usah teriaak Ya Gusti anak anak ya...". Belum selesai ibu ngomong Bapak muncul dari pintu samping.

"Ada apa kok rame banget, ikan ikan bapak di kolam jadi pada kaget, jumpalitan semua".

"Hiks.. Ibu juga teriaak...". Ucapku tidak mau kalah dan sembunyi di belakang bapak. Melihatku menangis ibu mengerutkan kening dan menghampiri.
"Lhoh adek kok nangis? Kenapa nak, ada apa? Masa baru beberapa jam ketemu udah ga akur aja".

Bapak menenangkan ku dan membawaku duduk di ruang keluarga sambil menggosok pipiku yang merah."Mas Abi nya tuh, rese, cubit cubit narik narik rambut ade, ade cuma mau minta tolong antar kesekolah". Ucapku sambil bersungut sungut.

Tanpa berdosa mas Abi muncul dari dapur mengunyah sepotong rainbow roll cake buatan ibu. "Yaaah, bohcah... hitu aja mwewek, wlee...".

"Duduk mas, habisin dulu itu yang dimulut, baru ngomong, jail banget sih mas sama adek nya, kalau jauh jauhan, pada ngomong kangen, kalau deketan tawuran mulu". Tegur ibu.

"Hehe, ya ini yang mas kangenin bu, kalau lagi jauhan, utu tu tu tu,,, cini cini my honey bunny sugar plum". Ucap mas Abi sambil menarikku kepelukannya.

"Lepas ih.. mas Abi.. leepaas,, sesak tau.. susah napas..." teriakku dalam pelukannya yang sengaja di eratkan.

"Ada ada aja anak anak bapak ini ya, tuh sudah setengah tujuh, adek ga berangkat nak, mau berangkat sama bapak?".

"Biar sama Abi saja pak, bapak dirumah aja, tenangin ikan ikan bapak, takutnya ada yang serangan jantung gegara teriakan adek sama ibu".

"Mas, ibu ga teriak tadi ya..". Balas ibu

"Iyya ga teriak, cuma bicara keras, iyya kan bu. Assalamualaikum". Balasku sambil mencium pipi ibu, dan bergegas menarik Jani ke luar rumah. Sebelum ibu memberikan pukulan sayang pakai sutil kayu dalam genggamannya. Sementara aku dan mas Abi sudah lari sambil tertawa menuju motor besar mas Abi yang sudah siap di luar.

                               🐥🐥🐥

Sesampainya di sekolah, aku bergegas turun dari boncengan mas Abi, melepas helm dan melihat tampilan ku di kaca sambil merapihkan rambut.

"Ngapain dek ngaca segala". Ucap mas Abi, dan tangannya semakin mengacak rambut ku.

"Mas Abi, usil banget sih, kan tambah berantakan". Ujarku sambil bersungut sungut.

"Ngapain manyun manyun, kosplay jadi bebek? Udah buru masuk sana, mas Abi tunggu di D^coffe ya dek, mas Abi sekalian lagi janjian sama temen temen".

"Iyya, hati hati mas, terimakasih". Jawabku sambil mencium tangan mas Abi, dan mas Abi balas mencium keningku. Dan aku berjalan masuk kedalam sekolah.

Tanpa sadar dari kejauhan ada seseorang yang memperhatikan, dengan wajah yang menahan amarah.






Rabu, 09 Februari 2022

Aku Anjani

 Bismillahirrohmanirrokhim...

Ini cerita pertama yang coba saya tulis. Semoga hal hal positif dapat diambil dari cerita ini... 

                                      1


Anjani  Besariyanti, semua memanggilku Jani. Nama yang indah yang diberikan orangtuaku penuh doa dengan harapan aku menjadi perempuan yang tekun juga rendah hati. Tekun dalam menjalani hidup dan kelak ketika sukses diraih aku tetap rendah hati. Di salah satu kota berudara sejuk negara ini aku dilahirkan. Aku anak kedua dari dua bersaudara, aku memiliki kakak laki-laki. Abimana Bramantya, aku memanggilnya mas Abi. Aku dan mas Abi beda 5 tahun, saat ini aku sedang menikmati masa akhir SMA. 

Keluargu bukan keluarga yang berada bukan pula keluarga yang kekurangan. Alhamdulillah keluargaku hidup berkecukupan, orangtuaku selalu mengusahakan yang terbaik untuk anak-anak nya. 

Bapak adalah panutanku, sosok yang tegas tapi juga berhati lembut, pekerja keras juga sorang family man. Bapak seorang kontraktor bangunan. Beberapa perumahan dikota ini berdiri kokoh memakai jasa kontraktor bangunan milik bapak. Sepuluh tahun bapak merintis jasa ini, tidak semerta merta jasa bapak dikenal banyak orang, bapak mulai dari renovasi rumah, bermula dari teman bapak dan akhirnya banyak orang yang memakai jasa bapak, tidak hanya rumah pribadi, rumah kost juga bapak kerjakan. Awal tahun kemarin juga mulai ada beberapa yang menggunakan jasa bapak di luar kota, ini juga karena orang yang pernah memakai jasa bapak pindah keluar kota dan beberapa temannya melihat dan akhirnya juga memakai jasa bapak dilain waktu. Bapak seorang yang penyayang tetapi akan tegas disaat tertentu. Tegas tapi tidak menghakimi, tegas tidak dengan dengan caci maki, tegas tidak dengan berteriak. Tapi tegas menggunakan hukum sebab akibat. Bapak akan menjelaskan dimana letak kesalahan itu, mengapa itu dilakukan, apa akibat kesalahan itu, dan bersama mencari solusinya. Bapak bukan sekedar orang yang mengejuge kesalahan tanpa memberikan solusi. 

Ibu seorang yang penuh kasih sayang, tidak mudah mengejuge orang, penyabar, selalu menilai hal apapun dari segi positif. Pesan ibu yang ditanamkan pada mas Abi juga aku, selain 3 kata ajaib  maaf, tolong dan terimakasih, ibu bilang selalu berfikirlah positif, apapun yang terjadi, karena dengan begitu kita tetap tenang dan dapat berfikir jernih, dan mendapat solusi yang tepat. Daripada marah yang akhirnya membuat kita lelah sendiri atau bahkan mengeluarkan kata kata yang sebenarnya menyakitkan lebih baik bicara baik-baik dengan tenang karena juga perkataan adalah doa. Ibu mau hanya perkataan yang baik baik saja yang keluar, terlebih untuk anak anak nya. Ibu seorang ibu rumahtangga yang punya kesibukan menerim pesenan kue dan cake, dan punya gerai di ruko pinggir jalan depan komplek perumahan tempat kami tinggal.

Sikap dan sifat Bapak dan Ibu membuat kehidupan keluarga kami tenang, meskipun pasti ada permasalahan yang timbul, Alhamdulillah semua teratasi dengan baik. Termasuk cek cok kecil antara Mas Abi dengan aku yang selalu terjadi, mas Abi yang jahil dan aku yang keras kepala, perpaduan yang seru bukan. Tapi hal itulah yang dirindukan saat kita berjauhan. 

Saat ini mas Abi menempuh semester akhir kuliah jurusan arsitekturnya di ibu kota, ya sedang sibuk-sibuknya menyusun skripsi. Biasanya bisa 2 bulan sekali pulang kerumah ini bahkan hampir akhir semester belum bisa pulang, meskipun bisa telepon atau v call tapi tetep rindu sama mas ku satu satunya itu. Rindu jahilnya, meskipun jahil mas Abi itu sweet banget orangnya, setiap kita baikan setelah jahilin aku, mas Abi gak lupa bawa coklat untuk ku. 

Hari ini adalah salah satu hari bersejarah di hidupku. Ya, hari ini adalah pengumuman kelulusan. Sejak semalam dag dig dug nggak bisa tidur nyenyak, aku yakin sama nilai-nilai aku, tapi tetap saja ini kan moment bersejarah banget. Di tahun ini tepat aku mendapat kartu identitas diri, aku juga mendapat sim, pengumuman kelulusan dan kelanjutan pendidikan ku, seminggu yang lalu aku diterima di perguruan tinggi leaat jalur undangan, ya masih di kota ini karena bapak dan ibu yang berat mau lepasku jauh menjadi anak rantau. Tapi aku tetap bersyukur untuk itu. Sedari pagi aku sudahmembuat kegaduhan di meja makan.

"Pagi mbak Sumi..." sapaku begitu masuk ke dapur, mbak Sumi adalah asisten rumah tangga yang sudah ikut ibu dari waktu aku umur 3 bulan, sebelumnya mbak Sumi art dirumah nenek dari ibu, begitu ibu merasa sedikit repot harus mengurus aku waktu bayi dan menjaga Mas Abi yang waktu itu masa aktif aktifnya dan bertepatan Bapak sering mengerjakan proyek di luar kota, karena Bapak gak tega ninggalin ibu sendiri dengan 2 anak yang masih krucil krucil akhirnya mbak Sumi dibawa kerumah sama ibu.

"Pagi juga dik Jani, baru slesai subuhan kok sudah kesini, tumben, biasanya nunggu di susulin sama ibu, baru turun". Balas mbak Sumi sembari menyusun piring dan gelas  yang akan di bawa ke meja makan.

"Hehe, Jani lagi dugun dugun mbak Sumi... hari ini itu, pengumuman kelulusan mbak Sumi, Jani memang sudah dapat pengumuman ketrima kuliah, tapi kan ga lucu kalau ternyata pengumuman kelulusannya zonk, aduh... amit amit...". Sembari ngetuk ngetuk meja aku beralih membuka kulkas mengambil susu kotak coklat favoritku, aku mengikuti langkah mbak Sumi ke meja makan.

"Owalah dik, mbak kira emang adik mau berubah, lha kenapa gitu to, dik Jani kan Alhamdulillah sama Allah dibagi otak yang cling, jadi sudah pasti to kalau dik Jani itu lulus L-U-L-U-S, percaya sama mbak".

"Eeh eh... ga boleh mbak, percaya itu cuma sama Allah SWT, selain itu musyrik mbak namanya, hehehe... tapi tetep aja Jani deg degan mbak, rasanya kaya pas Jani ikut Bude waktu nungguin Mbak Anggi lahiran Quinna...". Balas ku sambil menarik salah satu kursi di meja makan.

"Tapi makasih mbak doa nya, semoga semua di berikan kelancaran dan di berikan yang terbaik, Aamiin..." lanjutku.

" Aamiin... In Sha Allah..." sebelum bak Sumi mengamini doa ku, Ibu sudah terlebih dulu menjawab, sembari masih menggunakan mukena. "Putri ibu selalu memberikan yang terbaik, sudah berusaha dengan baik juga, tinggal berdoa dan kembalikan semua sama Allah...". Dan aku di hadiahi cubitan sayang di pipiku dan kecupan di kening.

"Pasti itu bu, terimakasih ya... sayaaang ibu".  Berpelukan deh, belum lepas pelukan terdengar suara Bapak  masuk rumah dan mengucap salam, mengenakan baju koko dan sarung dan ga lupa songkok hitamnya pulang dari masjid.

"Assalamualaikum, ada apa nih, kok Bapak gak diajak pelukan? Hmm?".

"Waalaikumsalam." Jawabku bersama Ibu. 

"Ada acara apa ini pagi pagi kok bidadari bidadari bapak udah peluk pelukan?". Tanya bapak sambil menghampiri aku danu ibu. 

"Ini nih pak, ada  yang lagi dag dig dug nunggu penggumuman kelulusan. Gak terasa, putri ibu ternyata udah gede aja, tau tau udah mau jadi mahasiswi, padahal kaya baru kemarin ibu lahirin kamu, lihat bapak sama mas mu seneng banget saking gemesnya sayang nya sama kamu tiap orang yang jenguk mau cubit gemes pipi kamu masmu yang marah sambil nangis nangis". Kenang ibu dengan mata berkaca kaca sambil memandangku.

"Iyya ya bu, putri kecil kita ternyata sudah jadi gadis, cantik, bentar lagi ada pangeran berkuda putih datang dan bawa putri kita ke istananya". Timpal bapak sembari mengacak rambutku gemas.

"Bapak apa banget sih, masa jaman sekarang masih musim pangeran berkuda putih, sekarang jamannya kuda bermesin bapak". Protesku yang disambut tawa kita bertiga.

Ding dong Assalamualaikum... suara bel rumah berbunyi.

Di akhir tawa kita, tiba-tiba terdengar bel rumah berbunyi.

"Siapa pagi-pagi buta gini bertamu ya pak, bu. Masa iya pangeran adek beneran datang, hehehe cepet banget". Ucapku yang dihadiahi bapak tepukan gemas dikepalaku dan disambut tawa ibu.

"Biar adek yang lihat kedepan". Sambungku sambil beranjak dari kursi dan berjalan kedepan.

Sampai didepan pintu, kuputar kunci, kubuka pintu dan tara, aku mlongo di buatnya. 


To be continue....


Kira-kira siapa yang datang ya... 🤔🤗







Senin, 07 Februari 2022

Just share

Bismillahirrohmanirrohim...

Ini tulisan pertama sejak bertahun-tahun lalu. Terakhir nulis pas masa masa kuliah, karena  tugas. Sebenarnya ada keinginan untuk rutin menulis, tapi apalah daya situasi dan kondisi tidak memungkinkan. 

Menurut penilaian saya sendiri saya itu tipikal oran yang introvert, bukannya anti sosial atau apa, hanya saja terkadang saya sedikit kurang nyaman dengan suasana keramaian yang tidak pasti, seperti nongkrong, kumpul-kumpul yang tidak jelas apa tujuannya, bahkan jika bertemu orang baru, diawal mungkin saya banyak diam, tapi diam saya adalah untuk mengamati, mempelajari bagaimana orang baru ini. Terkesan sombong tapi bukan begitu maksud saya, saya hanya memprotect diri saya, nantinya orang ini apa baik untuk saya, pengaruh nya negatif atau ngga. Kalau menurut orang, jangan pilih-pilih dalam berteman, tapi tetap saja kita harus bisa milih, karena hidup itu pilihan. Mau kita jadi warna yang baik atau ikut warna yang buruk. Yang tidak boleh pilih-pilih itu mau berbuat baik sama orang. 

Sebenarnya tidak hanya saat ini, saya rasa sudah dari dulu ya, akibat salah memilih teman, pergaulan jadi kusut semua-mua. Dan itu tidak selesai begitu saja, masih ada rentetan kedepannya yang akan dirasakan. Saya fikir semua kembali ke diri kita sendiri. Selalu berfikir positif, melakukan hal-hal positif, dengan hal tersebut saya rasa bisa berdampak untuk diri kita, pasti akan timbul pemikiran positif juga untuk hal apapun, kita tidak mudah menilai atau men jujge sesuatu sesuai pemikiran kita saja, tapi berdasarkan fakta dan realita yang ada. Ingat sekali dengan pesan orang tua saya, jika tidak menyukai sesuatu ataupun seseorang, cukup diam dan tidak sukalah pada sifatnya saja jangan orang nya. Karena sekalinya kita merasa tidak menyukai seseorang, pasti fikiran kita tidak berhenti sampai disitu saja, pasti sebanyak dan sebesar apapun hal positif yang dilakukan pasti akan tetap negatif dimata kita.Dan hal itu tidak baik sekali terlebih pada orang yang kita nilai negatif itu, kalau apa yang kita simpulkan tidak sesuai fakta dan realita, hanya kita simpulkan atas pemikiran kita sendiri kan hal tersebut belum tentu kebenarannya kalau kita tidak konfirmasi langsung kepada yang bersangkutan. Saya rasa itu menyakitkan. 

Ini juga berhubungan dengan penting nya membangun komunikasi, bagaimana cara kita berkomunikasi, dengan siapapun itu, jangan lupa anggah ungguh, jangan lupakan norma, jangan lupakan adab, mau lebih muda ataupun lebih tua, mau berpangkat atau tidak, kaya atau miskin,berpendidikan tinggi atau tidak. Kita harus tetap menghormati. Kan derajad kita sama dihadapan Tuhan. Orang berilmu belum tentu beradab tetapi orang yang beradap dia pasti berilmu. 

Banyak hal yang bisa kita pelajari dari kehidupan sehari-hari. Dari kehidupan pribadi, lingkungan tempat tinggal, lingkungan kerja, bahkan on the spot saat kita sedang bepergian mungkin. 

Dalam meraih sebuah keberhasilan, kesuksesan tidak ada yang instant, nikmati masa berproses kita, setiap orang pasti berbeda, bisa lama, bisa juga hanya sebentar. Selain harus bisa menikmati masa berproses dukungan dan kepercayaan  juga penting. Memang tidak mudah memberikan kepercayaan lagi apalagi dimasa lampau pernah berbuat salah. Memang sebuah luuka atas kesalahan pasti akan selalu di ingat dan membekas tetapi  bukankah masa lalu itu bisa ditinggalkan, kan ada yang bilang  yang lalu biarlah berlalu, buka lembaran baru. Dan ketika itu terjadi maka dukung dan beri kepercayaan serta jangan selalu kepikiran akan terulang lagi yang telah lalu, ini akan menimbulkan rasa was was dan takut sendiri akhirnya kembali lagi kita tidak percaya, kalau begitu terus ya sudah pasti semua akan terulang terus begitu saja, yang akhirnya kita jadi penghambat dan menghancurkan fase berproses yang akhirnya menghancurkan segalanya. 

Penting dalam kehidupan untuk kita tidak lupa bersyukur. 3 kata ajaib yang selalu ditanamkan orang tua, maaf, tolong dan terimakasih. Kata kata yang kelihatannya sepele namun dampaknya luarbiasa. Roda kehidupan akan selalu berputar, yang awalnya diatas bisa berada dibawah dan sebaliknya. Yakinlah kalau badai pasti berlalu, akan ada pelangi setelah hujan, selalu ada tawa setelah tangis, akan ada hikmah disetiap cobaandan akan selalu ada jawaban disetiap doa-doa yang kita panjatkan. Jikalau ada yang belum diraih maka bersyukurlah atas apa yang sudah. Jikalau belum mungkin untuk kita berlari maka merangkak pun bisa jadi. Masa lalu memang tidak bisa diulang, maka teruslah berjuang. Jikalau kita merasa sakit, maka tetaplah berjuang untuk bangkit tetap tegar jangan runtuh. 

Ikhlas, kata sederhana tapi penerapannya tak semudah pengucapannya. Sabar tiada berbatas dan ikhlas tanpa sakit hati. Tidak mudah memang tapi akan menjadi sebuah pilihan bijak saat kita mau berusaha menjadi yang lebih baik lagi. Semua berproses dan dalam proses itu adakalanya kita merasa down mungkin maka menangislah tanpa harus berpura- pura menahan. Karena menangis bukan berarti kita lemah ataupun melemahkan orang. Tetap semangat... 

Alhamdulillah, sekian sharing hari ini semoga membawa manfaat untuk kita semua...