Kamis, 17 Maret 2022

Aku Anjani

                                      6





Bapak yang pertama bersuara sesaat aku duduk disebelahnya "Nah, ini yang sedari tadi kita tunggu tunggu, gimana nduk? Sudah bisa merangkai kata?". Ya Allah Bapak masih sempat anak gadisnya di becandaain. Tetap fokus Jani, jangan panik jangan panik. Bismillahirrohmanirrohim.

"Jani, Jani... boleh kalau Jani maunya bertunangan saja dulu dengan mas Dewa, Jani masih mau berjuang untuk pendidikan Jani, mas Dewa juga kan mau melanjutkan S2 nya, dan selama itu juga kita saling memantaskan diri dulu. Jani juga ingin membuat Bapak dan Ibu juga mas Abi bangga nantinya. Maaf jika ada yang kecewa dengan jawaban Jani".

"Seharusnya itu bukan menjadi masalah, semua bisa...". Papa mas Dewa menjawab dan belum sempat menyelesaikan kata katanya mama mas Dewa buru buru menyela, aku yang bertambah deg degan dengan jawaban papa mas Dewa semakin menundukkan kepalaku. Hiks,,, ibu mencoba mengusap punggungku dan menggenggam tanganku untuk menenangkanku.

"Terimakasih jawabannya nak Jani, jangan terus menunduk sayang, nanti mahkotanya jatuh. Tidak apa jika maunya begitu. Kami paham, Jani masih muda, dan pasti banyak hal yang ingin diraih, jangan terlalu difikirkan ya, mungkin kita juga yang terlalu terburu-buru. Bagaimana Dewa, boleh kok kalau mau berpendapat, toh nantinya yang menjalani Dewa juga Jani". Terang mama mas Dewa bijak.

"Ehm, Dewa juga tidak masalah dengan jawaban Jani, tidak apa bertunangan saja dulu, apalagi Jani juga mau memulai kuliahnya, seperti yang Jani bilang, kita berdua memantaskan diri masing-masing, kan itu juga baik tujuannya untuk kedepannya".

"Maaf Jani mau menambahkan sedikit, jika... ji ka, dimasa masa itu, barangkali diperjalanannya mas Dewa, mungkin menemukan sosok baru, Insha Allah Jani ikhlas, bukannya bermaksud Jani tidak serius, Allah kan juga Maha membolak balikkan segala apalagi hati manusia, dan Jani tidak mau memberatkan mas Dewa."

"Tidak dek, Insha Allah mas Dewa jaga komitmen ini, seperti untaian doa dan harapan mas selama ini jikalau Ar-Rahman ku takbisa mengikat mu, maka kuikat engkau lewat sepertiga malamku, sampai bertemu dititik pertemuan, dan semoga sujudku dan sujudmu akan mempertemukan kita pada amin yang sama."

"Insha Allah mas, Aamiin".

Yang disusul Aamin dari para orangtua.

"Alhamdulillah, jika begitu mama boleh ijin memasangkan kalung juga cincin ini ke Jani, sebagai tanda ikatan ini. Mau ya sayang."

Aku kembali menengok pada bapak ibu, meminta persetujuan dan anggukan yang kuperoleh sebagai jawaban yang meyakinkanku. Aku berdiri dan menghampiri mama mas Dewa.

"Apa Dewa yang mau memasangkan?".
Goda mama ke pada mas Dewa.

"Mama saja". Sambil salah tingkah dan yang lain hanya menahan tawa. Mama memasang kalung yang indah sekali kalung sederhana yang berhias liontin huruf D.

Juga cincin yang manis

"Alhamdulillah pas dan cantik sekali sayang, ini semua yang pilih Dewa sendiri lhooh, semoga Jani suka dan berkenan juga dengan senanghati menerima ini ya sayang".

"Alhamdulillah, Insha Allah Jani terima semua, dan semoga semua ini tidak memberatkan mas Dewa, terimakasih mas Dewa, om dan tante".

"Eeh, kok manggilnya om dan tante, panggil papa sama mama ya Jani, biar sama seperti Dewa". Potong papa mas Dewa.

"Mmmm, iiiyya , terimakasih papa dan mama". Ucapku byerkaca-kaca dan tersipu malu, sambil berjalan menuju bapak ibu dan mencium tangan miereka tidak lupa mas Abi, dari tadi tenang seperti bapak, menimpali beberapa pembicaraan tapi beberapa kali tanpa sengaja terlihat memperhatikanku juga mas Dewa. Hmmm, semoga semua keputusanku malam ini yang terbaik Ya Allah, terbaik untuk semua, baik untuk ku dan keluargaku juga mas Dewa dengan keluarganya.
Malam ini diakhiri dengan kesepakatan kedua keluarga utuk mengadakan pertemuan dua minggu lagi, itu bertepatan sehari sebelum mas Dewa berangkat ke London dan seminggu sebelum aku berangkat ke Surabaya untuk memulai studyku.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar